PACITAN, info-nusantara.com
Upacara adat Thethek melek masih dijaga keberadaannya oleh petani Jawa di Desa Sukoharjo, Kabupaten Pacitan. Tradisi turun-temurun ini menjadi bagian dari ritual pertanian yang dipercaya mampu menjaga keselarasan hubungan antara manusia, alam, dan Sang Pencipta, terutama menjelang masa tanam padi.
Seni thethek melek merupakan ritual yang dilakukan petani dengan membunyikan alat-alat sederhana di area persawahan, disertai doa bersama dan penyajian hasil bumi. Tradisi ini biasanya digelar sebelum musim tanam atau saat awal pertumbuhan tanaman sebagai simbol harapan akan kesuburan tanah dan keselamatan hasil panen.
Ritual tersebut dilaksanakan oleh para petani setempat bersama sesepuh desa dan warga sekitar. Lokasinya berada langsung di lahan pertanian, khususnya di pematang sawah yang menjadi pusat aktivitas bertani warga Desa Sukoharjo.
“Thethek melek ini sudah ada sejak zaman orang tua kami. Tujuannya agar sawah subur dan petani selalu ingat untuk menjaga alam,” ujar Sutrisno (63), petani Desa Sukoharjo, saat ditemui, Selasa (16/12/25).
Pelaksanaan ritual biasanya mengikuti penanggalan Jawa dan kondisi alam, seperti datangnya hujan pertama. Menurut warga, waktu tersebut dianggap tepat karena selaras dengan siklus pertumbuhan tanaman padi.
Selain memiliki nilai spiritual dan budaya, tradisi thethek melek juga dapat dijelaskan secara ilmiah. Aktivitas berkumpul di sawah sebelum masa tanam mendorong petani untuk membersihkan lahan, mengecek kondisi tanah, aliran air, serta potensi hama sejak dini. Hal ini berdampak positif terhadap kesiapan lahan dan hasil pertanian.
“Kalau ritual ini dilakukan, petani otomatis turun ke sawah bersama-sama. Mereka jadi lebih teliti melihat kondisi tanah dan tanaman,” kata Sri Wahyuni (45), warga Desa Sukoharjo.
Dari sisi psikologis, ritual ini juga memberi ketenangan batin dan optimisme bagi petani sebelum memulai musim tanam. Kondisi mental yang baik dinilai berpengaruh terhadap pengambilan keputusan dalam mengelola lahan pertanian.
Di tengah modernisasi dan penggunaan teknologi pertanian, warga berharap seni thethek melek tetap dilestarikan sebagai warisan budaya lokal. Tradisi ini dinilai tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan, justru dapat berjalan berdampingan sebagai bentuk kearifan lokal yang mendukung pertanian berkelanjutan.
“Teknologi penting, tapi adat juga jangan ditinggalkan. Itu jati diri petani Jawa,” pungkas Sutrisno.(*)




























